Publikasi Detail
2023-10-24
Hasil Kajian
0
Penulis : Bimo Wijianarko
Setelah merampungkan tanggung jawab organisasi yakni melaksanakan kaderisasi berupa Latihan Kader I, beberapa minggu kemudian tepat-nya Jumat, 20 Oktober pukul 16.00 didepan muka perpustakaan Iain Kudus HMI Komisariat Dakwah-Ushuluddin kembali melaksanakan agenda rutin Bidang PTKP yakni diskui bulanan, program kerja ini tak lain karena tanggung jawab HMI sebagai organisasi kemahasiswaan agar setiap kader-nya tidak buta akan isu-isu yang hangat di masyarakat, Muhammad Rokib selaku kabid PTKP pada kesempatan itu memantik jalan-nya diskusi yang membahas “Masa depan politik islam di Indonesia”. Isu tersebut menjadi sangat menarik mengingat dalam beberapa bulan kedepan akan digelar pesta demokrasi, menilik kembali perpolitikan Islam di Indonesia tak pernah luput dengan absensi-nya Partai Politik yang berideologikan Islam, namun suatu pertanyaan yang patut untuk ditelisik lagi ialah, bagaimana mungkin islam sebagai agama mayoritas di Indonesia partai politik-nya tidak pernah menang dalam kontestasi pemilu? Mari kita amati lebih dalam. Eksistensi partai islam di Indonesia sebenar-nya sudah ada sebelum Indonesia Merdeka secara De-Facto dan De-Jure diawali dengan berdirinya Sarekat Dagang Islam yang didirikan oleh Haji Samanhudi yang awalnya hanya focus untuk mewadahi para pedagang islam pada tempo selanjutnya melebarkan sayapnya ke dunia politik ditandai dengan perubahan nama menjadi Sarekat Islam. Terbukti dengan keberpihakan-nya kepada kaum yang tertindas oleh kolonialisme Sarekat Islam berperan penting dalam membangun kesadaran politik dikalangan rakyat. Pecah-nya Sarekat Islam menjadi dua pihak yang pada tempo selanjut-nya membawa sebab atas bubar-nya Sarekat Islam ditahun 1921 dalam waktu kurang lebih 22 tahun kemudian muncul partai islam baru yakni Masyumi yang memiliki latar belakang sama dengan Sarekat Islam yakni terbentuk karena perlunya kesadaran untuk bersatu, sebagaimana yang kita ketahui bahwa pada era demokrasi parlementer, umat islam pecah menjadi dua golongan yakni Tradisionalis dan Modernis dan pada era itu pula kaum Modernis memotori gerakan PRRI Semesta, serta ditahun 1965 konsep Nasakom Bung Karno diwakili oleh kaum Tradisionalis, dimasa Orde Baru partai islam juga mengalami keterbatasan untuk eksis di pemilu, hingga pada akhirnya era reformasi menjadi harapan baru bagi partai-partai islam. Naik turun-nya partai islam sampai sekarang belum menemukan titik terang-nya, didalam forum diskusi sore itu kami mendiskusikan hal-hal penyebab-nya, hingga pada akhirnya pemantik memberikan kesimpulan bahwa pragmatisme pemilih menjadi salah satu penyebab belum mampunya Partai islam menang mutlak dalam kontestasi pemilu. Namun pada kesempatan ini ingin memberikan tambahan yang mana belum tersampaikan dalam forum diskusi, penulis berpendapat bahwa partai-partai islam harus bergerak pada realitas problem social, karena jika kita amati islam telah dirombak keyakinan-nya menjadi agama yang hanya berorientasi pada kemenangan akhirat, missal-nya menganggap kemiskinan sebagai sebuah takdir atau ujian, rakyat miskin cukup diberi iming-iming pahala dan surge, yang pada akhir-nya sikap tersebut secara tidak langsung telah mematahkan semangat dari para pemeluknya. Singkat-nya partai-partai islam sekarang harus mampu menjawab problem masyarakat dan mampu menggunakan kekuasaan untuk melegalkan hal-hal yang bersifat ukhrawi.
Tidak ada komentar
Himpunan Mahasiswa Islam adalah organisasi mahasiswa yang didirikan di Yogyakarta pada tanggal 5 Februari 1947, atas prakarsa Lafran Pane beserta 14 orang mahasiswa Sekolah Tinggi Islam.
Dll
hmikomisariatdakush47@gmail.com
085785005676
© HMI Dakush. All Rights Reserved. 2023